Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan pihaknya telah menyusun serangkaian Kebijakan percepatan pembangunan bidang pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat.Salah satu upaya konkret yang akan dilakukan Kemendikbud adalah mengoordinasi 52 perusahaan yang memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bidaaniseng pendidikan di Papua.”Saya akan kumpulkan 52 perusahaan yang punya program CSR pendidikan di Papua,” ujar Anies saat ditemui usai rapat perencanaan pendidikan Papua di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2016).Anies menuturkan, selama ini banyak perusahaan nasional dan multinasional yang punya program CSR pendidikan di Papua. Sayangnya, tak terkoordinasi dengan baik. Akibatnya, tujuan CSR menjadi tidak merata dan tidak terarah.

Seringkali, kata Anies, terdapat pengulangan program CSR yang sama di satu daerah. Menurutnya ke-52 perusahaan tersebut akan diarahkan agar sinergis dengan kebijakan yang telah disiapkan pemerintah seperti pelatihan guru dan perbaikan sarana belajar mengajar.

“Kami kumpulkan agar sinergis, agar lebih merata. Selama ini berjalan sendri, maka kami beri komando. Kemdikbud yang akan beri komando dan menentukan arah. CSR kan tujuannya untuk membantu pembangunan di Papua,” ungkapnya.

Selain itu Anies juga menyebut buruknya pembangunan sektor pendidikan di Papua menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan yang menginginkan Papua merdeka.

Menurutnya, akses terhadap pendidikan merupakan salah satu poin indikator kesejahteraan dan kebahagiaan yang harus dipenuhi pemerintah.

Anies memaparkan dari data Neraca Pendidikan Daerah Provinsi Papua tahun 2015 yang disusun oleh Kemendikbud ditarik kesimpulan bahwa pembangunan pendidikan di provinsi tersebut masih sangat rendah.

Anggaran pendidikan dari APBD hanya dialokasikan sebesar Rp 100 miliar dari total keseluruhan Rp 11, 94 triliun. Artinya, alokasi pendidikan hanya 0,84 persen.

Dari Rp 100 miliar setiap siswa hanya mendapat dana pendidikan dari pemerintah daerah sebesar Rp 165.400 per tahun.

Kondisi sarana dan prasana mengajar pun memprihatinkan. Tercatat ada 7.628 ruang kelas yang rusak di tingkat SD, lalu di tingkat SMP 2.246 dan 1.158 di tingkat SMA.

Sementara, persentase penduduk tuna aksara tahun 2014 juga sangat tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain. Jumlah masyarakat buta huruf di Papua mencapai 584.441 orang atau 28,61 persen. Angka ini sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta yang hanya mencapai 0,70 persen.
Kompas TV Bentrokan di Papua, 4 Orang Tewas

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan pihaknya telah menyusun serangkaian Kebijakan percepatan pembangunan bidang pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Salah satu upaya konkret yang akan dilakukan Kemendikbud adalah mengoordinasi 52 perusahaan yang memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bidang pendidikan di Papua.

“Saya akan kumpulkan 52 perusahaan yang punya program CSR pendidikan di Papua,” ujar Anies saat ditemui usai rapat perencanaan pendidikan Papua di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2016).

Anies menuturkan, selama ini banyak perusahaan nasional dan multinasional yang punya program CSR pendidikan di Papua. Sayangnya, tak terkoordinasi dengan baik. Akibatnya, tujuan CSR menjadi tidak merata dan tidak terarah.

Seringkali, kata Anies, terdapat pengulangan program CSR yang sama di satu daerah. Menurutnya ke-52 perusahaan tersebut akan diarahkan agar sinergis dengan kebijakan yang telah disiapkan pemerintah seperti pelatihan guru dan perbaikan sarana belajar mengajar.

“Kami kumpulkan agar sinergis, agar lebih merata. Selama ini berjalan sendri, maka kami beri komando. Kemdikbud yang akan beri komando dan menentukan arah. CSR kan tujuannya untuk membantu pembangunan di Papua,” ungkapnya.

Selain itu Anies juga menyebut buruknya pembangunan sektor pendidikan di Papua menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan yang menginginkan Papua merdeka.

Menurutnya, akses terhadap pendidikan merupakan salah satu poin indikator kesejahteraan dan kebahagiaan yang harus dipenuhi pemerintah.

Anies memaparkan dari data Neraca Pendidikan Daerah Provinsi Papua tahun 2015 yang disusun oleh Kemendikbud ditarik kesimpulan bahwa pembangunan pendidikan di provinsi tersebut masih sangat rendah.

Anggaran pendidikan dari APBD hanya dialokasikan sebesar Rp 100 miliar dari total keseluruhan Rp 11, 94 triliun. Artinya, alokasi pendidikan hanya 0,84 persen.

Dari Rp 100 miliar setiap siswa hanya mendapat dana pendidikan dari pemerintah daerah sebesar Rp 165.400 per tahun.

Kondisi sarana dan prasana mengajar pun memprihatinkan. Tercatat ada 7.628 ruang kelas yang rusak di tingkat SD, lalu di tingkat SMP 2.246 dan 1.158 di tingkat SMA.

Sementara, persentase penduduk tuna aksara tahun 2014 juga sangat tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain. Jumlah masyarakat buta huruf di Papua mencapai 584.441 orang atau 28,61 persen. Angka ini sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta yang hanya mencapai 0,70 persen.

Kompas TV Bentrokan di Papua, 4 Orang Tewas
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Krisiandi
Apakah Anda ingin men-share artikel ini?
Sangat Tidak Ingin
Sangat Ingin
Ada 0 komentar untuk artikel ini

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembaca. Kompas.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis.