Aerial View of Hong KongPelatihan CSR | Jadwal Pelatihan CSR

Ketua Komisi II DPRD Bontang, Ubayya Bengawan, mempertanyakan kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan perbankan yang beroperasi di Kota Bontang. Pasalnya, dibanding perusahaan lain, hampir tidak pernah terdengar pihak perbankan menyalurkan CSR mereka di Bontang.”Kita tahu hampir semua bank skala nasional ada di Bontang, tapi tidak pernah sekalipun terdengar mereka menyalurkan CSR. Padahal mereka tentu sudah mendapat keuntungan dari usahanya,” ujar Ubayya Bengawan, Senin (5/1).

Menurut Ubayya, kewajiban untuk menyalurkan CSR tidak hanya berlaku bagi industri skala besar seperti PT Badak dan PT Pupuk Kaltim, tapi juga wajib dijalankan oleh pihak perbankan. Baik bank swasta maupun bank pemerintah yang berstatus Badan Usaha Milik Negara/ Daerah (BUMN/BUMD).

Komisi II DPRD, lanjut Ubayya berencana memanggil semua pimpinan bank yang ada di Bontang, guna mengecek program CSR mereka tahun 2015. “Dalam waktu dekat kami akan panggil semua pimpinan bank yang ada di Bontang, untuk membahas soal CSR ini,” katanya.

Pertemuan dengan kalangan Perbankan diharapkan bisa mendorong pengelolaan CSR yang lebih terbuka dan transparan. Dengan demikian, publik juga melakukan kontrol jika dalam penyalurannya terjadi bias, semisal program yang dilaksanakan kita memberikan kontribusi positif bagi kemajuan daerah. “Kita tidak bicara besaran dana CSR, tapi yang terpenting asas manfaat,” ungkap Politisi Partai Demokrat tersebut.

Selain membidik CSR Perbankan, Komisi II DPRD mendesak agar Pemerintah lebih kreatif menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang selama ini belum maksimal. Seperti pajak hotel, restoran, rumah makan serta pajak toko dan mini market yang banyak tersebar di Kota Bontang.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Bontang, Arif mengatakan potensi pajak dari sektor jasa perdagangan di Bontang cukup besar namun belum digarap oleh Pemerintah.

“Kami juga minta pemerintah lebih kreatif dalam menggali potensi pajak dari sektor jasa perdagangan dan restoran. Karena disitu beredar uang ratusan bahkan miliaran setiap bulan,” papar Arif.

Ia mengatakan, salah satu metode yang dinilai efektif dalam menarik pajak dari restoran dan mini market adalah dengan memasang alat pencatat transaksi di semua hotel, restoran dan mini market yang memiliki tingkat pengunjung cukup tinggi. Dengan alat tersebut, maka tidak adalagi transaksi dari pelaku usaha yang luput dari pantauan Pemerintah.

“Cara ini sudah  dilakukan sejumlah daerah, seperti Bali dan Yogyakarta. Mereka (Pemerintah setempat) memasang semacam alat pencatat di semua toko besar, sehingga semua transaksi yang mereka lakukan langsung diketahui dan otomatis dikenai pajak. Nah kita berharap Pemerintah juga melakukan hal sama,” pungkasnya