CSR untuk Program Sanitasi

USAI DISKUSI PUBLIK. Perwakilan dari perusahaan, DPRD dan pemerintah melakukan diskusi publik tentang Percepatan Pembangunan Air Limbah Domestik di Hotel Harmoni Tasikmalaya Kamis (2/5). RADIKA ROBI RAMDANI / RADAR TASIKMALAYA

Pelatihan CSR – Dana bantuan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) bisa dipakai pembangunan sanitasi. Dengan begitu, pembangunan sarana air limbah domestik tidak hanya mengandalkan dana pemerintah, namun juga dari swasta.

Sekretaris Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya Andi Warsandi menilai bantuan CSR –dari perusahaan— sebaiknya digunakan sesuai skala prioritas. Salah satunya digunakan untuk membangun pembuangan limbah domestik.

“Hari ini kita diskusi bahwa pembangunan air limbah domestik di kita (Kota Tasikmalaya, Red) harus menjadi sebuah kesepakatan bersama. Dari sebuah kajian yang dilakukan oleh akademisi Unsil bahwa (Kota Tasikmalaya, Red) belum mempunyai sarana pembuangan air limbah,” ujar Andi yang juga mantan Ketua Pansus CSR usai diskusi publik Kolaborasi dan Inovasi untuk Percepatan Pembangunan Air Limbah Domestik Kota Tasikmalaya. Acara tersebut dilaksanakan di aula Hotel Harmoni Tasikmalaya Kamis (2/5).

Politisi Partai Gerindra ini mendorong Pemkot Tasikmalaya untuk terus menyosialisasikan Perda Nomor 4 tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di Kota Tasikmalaya. Sosialisasi Perda tersebut penting agar membantu Pemkot melakukan akselerasi pembangunan di Kota Tasik.

“Tidak seluruhnya kebutuhan pembangunan di Kota Tasik bisa dicover oleh APBD. Oleh karena itu, harus ada peran serta pihak lain yang bisa berkolaborasi untuk pembangunan Kota Tasikmalaya,” ujarnya.

Pemkot harus bertemu dengan pengusaha agar perusahaan mengeluarkan dana CSR. Pemerintah harus mendatangi perusahaan sehingga mereka menyadari bahwa bantuan dari perusahaan bisa membantu pemenuhan pembangunan di Kota Tasikmalaya.

“Program CSR dapat diselaraskan dengan kebutuhan dan skala prioritas daerah. Misalnya untuk sarana air limbah domestik. Mudah-mudahan ada realisasinya dari perusahaan. Ini bisa diselesaikan, diselaraskan dengan program pemerintah,” tuturnya.

Bantuan dari perusahaan tidak hanya berbentuk uang. Namun bisa dengan bentuk lain atau program yang dibutuhkan pemerintah. “Pendekatan dari Pemkot Tasik kepada perusahaan harus lebih ditingkatkan lagi agar lebih maksimal lagi kepeduliannya,” kata dia.

Ketua Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya Ikhwan Shafa menjelaskan lahirnya Perda tentang CSR karena pihaknya melihat perusahaan di Kota Tasikmalaya yang begitu menjamur. Di saat yang sama APBD untuk membangun Kota Tasikmalaya agar lebih maju juga terbatas.

“Mengapa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) ini diusulkan sebagai sebuah Perda? Di samping sudah ada turunannya, juga dari provinsi sudah terbit. Maka di Kota Tasikmalaya dibuatkan juga (Perda) agar bisa membantu pemerintah untuk mencapai harapan membangun Kota Tasik yang lebih maju lagi,” kata politisi PBB ini.

Namun, kata dia, tingkat efektivitas CSR sampai saat ini belum maksimal, meskipun telah dibentuk fasilitator CSR untuk meningkatkan kepercayaan antara pemerintah dan pihak swasta.

Kok bisa seperti itu? Komunikasi antara pimpinan, baik pemerintah kota dari wali kota dengan pemimpin perusahaan harus ditingkatkan.

“Komunikasi kurang terjalin antara pemkot dengan perusahaan. Selama ini (komunikasi, Red) belum maksimal meskipun ada forumnya,” ujar dia.

Ikhwan setuju jika dana CSR digunakan sebagian untuk pembangunan sanitasi. Apalagi sanitasi merupakan satu program wajib pemerintah demi meningkatkan derajat kehidupan masyarakat, terutama dapat meningkatkan IPM.

“Di Kota Tasik masih banyak yang belum memiliki sanitasi aman. Itu sangat memprihatinkan. Kenapa di tengah-tengah Kota Tasik sebagai Kota satelit di Priangan Timur ini, sebagai pusat perdagangan, kurang enak juga terdengarnya. Ini menjadi pekerjaan rumah semua, terutama bagi pemerintah kota yang peduli terhadap kota Tasikmalaya,” ujarnya.

Dia mengaku belum mengetahui perusahaan mana saja di Kota Tasikmalaya yang belum menyalurkan CSR. Namun yang ia ketahui memang ada perusahaan yang sudah memberikan CSR sendiri-sendiri. Belum terkoordinir.

“Harus ada semacam duta CSR, siapa yang ditunjuk supaya intensif. Saya rasa kalau pimpinan perusahaan dipanggil oleh Wali Kota dan diajak ngobrol nyantai, tidak ada di forum yang terlalu resmi itu akan lebih mengena,” ujarnya.

Kepala Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kota Tasikmalaya Tatang Supriatna menyebutkan permasalahan sanitasi menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu membangun kemitraan dengan berbagai kalangan masyarakat, pihak swasta dan lainnya.

“Untuk pelaksanaan CSR secara umum sudah dilaksanakan dan maksimal. Bagaimana memobilisasi dan menggalang dana CSR sehingga perannya bisa dirasakan masyarakat,” ujarnya menambahkan.