DPR melalui Komisi VIII ngotot untuk memasukkan ketentuan wajib membayarkan dana tanggung jawab sosial perusahaan dalam pembahasan RUU Tanggung Jawab Sosial, meski mendapat tentangan dari banyak pihak.Ledia Hanifa, Wakil Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, dalam pembahasan terakhir yang dilakukan di internal komisi, sifat wajib bayar dana tanggung jawab sosial masih mengemuka. Tapi, mengenai besarnya kewajiban, itu semua belum diputuskan.”Besaran belum ditetapkan, karena jenis usaha berbeda tentu tidak bisa dipukul rata. CSR tidak bisa dipukul rata karena ada aturan terkait, seperti perusahaan energi tidak boleh melakukan CSR dalam bentuk pemberian kredit,” katanya kepada KONTAN belum lama ini.
Hariyadi B Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, akan menolak rencana DPR tersebut. Pihaknya akan berupaya sekuat tenaga melobi pemerintah agar perumusan RUU Tanggung Jawab Sosial tersebut tidak jadi dilaksanakan. “Pembahasan RUU melibatkan dua pihak, itu sebabnya kami akan berbicara dengan pemerintah,” katanya.
DPR, melalui Rancangan Undang- undang Tanggung Jawab Sosial yang mereka sedang menginisiasi perluasan pemberlakuan kewajiban pemberian dana CSR. Jika saat ini sesuai dengan ketentuan Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas, kewajiban soal pemberian CSR tersebut hanya terbatas pada perseroan atau perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. Rencananya melalui RUU yang dibahas ini kewajiban akan dibebankan ke semua perusahaan.
Besaran yang ditentukan pun akan dipatok. Abdul Malik Haramain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, dari usulan yang masuk, besaran dana CSR yang harus diberikan perusahaan harusnya mencapai 2%, 2,5% atau 3% dari keuntungan. “Kami ingin semua perusahaan swasta, BUMN wajib untuk ini,” katanya.
Tinggalkan Balasan