kartuPelatihan CSR | Diklat CSR-Hasil penelitian sementara Ombudsman menunjukkan bahwa dana yang digunakan untuk kartu sakti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berupa Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera bukan berasal dari dana program tanggung jawab sosial atau CSR. Menurut Ombudsman, anggaran untuk tiga kartu sakti itu diambil dari APBN. “Memang benar penggunaan APBN yang dipakai untuk biaya-biaya kartu-kartu tersebut, bukan melalui CSR. Tapi saya belum sampai pada di mana pos anggarannya,” kata Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).Dalam dua pekan terakhir, Ombudsman telah melakukan penelitian terhadap program kartu Presiden Jokowi. Penelitian dilakukan berawal dari polemik yang muncul di masyarakat mengenai dugaan penggunaan dana CSR untuk program kartu sakti tersebut.

Lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu menduga ada potensi pemborosan negara akibat kartu Jokowi yang tumpang tindih dengan program serupa di sejumlah daerah. Hasil penelitian sementara Ombudsman juga menemukan adanya 40 hingga 60 daerah yang mempunyai program serupa dengan kartu sakti Jokowi.

“Jadi ada beberapa daerah dan cukup banyak, 40-60-an daerah yang sudah memiliki sistem asuransi daerah, Bali, Solo, Yogya, dan di DKI sendiri itu banyak sekali dan kalau ini dibiarkan maka negara akan terbeban dalam dua kelompok pengeluaran yang sama,” tutur Danang.

Untuk itu, ia meminta Presiden Jokowi memikirkan ulang program kartu tersebut. Danang menilai program pemerintah pusat yang menerbitkan kartu sakti tidak bisa berjalan bersamaan dengan program serupa di beberapa daerah.

“Di pusat tidak harus dihentikan, tapi di daerah mesti diatur. Kebijakan nasional lebih tinggi dibandingkan kebijakan di tingkat lokal, nah di lokal ini lah yang harus diatur,” ucap Danang.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan, penerbitan semua kartu itu sama sekali tidak memakan anggaran negara, tetapi memakai dana program tanggung jawab sosial (CSR) sejumlah badan usaha milik negara (BUMN).

Namun, pernyataan Pratikno ini kemudian dibantah sejumlah politikus PDI-Perjuangan, partai yang mengusung Jokowi-Kalla. Menuru politikus PDI-P, Eva Kusuma Sundari, pengadaan “kartu sakti” Jokowi menggunakan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 yang telah dibuat pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).