Sejumlah perusahaan baik yang tergabung maupun tidak dalam Asoosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengajukan keberatan jika besaran dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) ditentukan. Selain itu, mereka tidak sepakat jika dana CSR diperhitungkan sebagai biaya perusahaan. Demikian terungkap saat rapat dengar pendapat yang digelar Pansus B membahas Raperda tentan Tanggung Jawab CSR ReportsSosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP), Jumat (4/3). Pansus dipimpin oleh Sanipan (ketua) dan dihadiri Suhadi (wakil ketua), Marwan (sekretaris), Muhammad Yasin (anggota) dan Rozikhan Anwar.Dari kalangan pengusaha, hadir Heri Riyanto (Ketua Apindo Demak), Indra Gunawan (PT Roberto Prima Tobacco) dan Murjito (PT Star Global Indonesia). Heri menyampaikan, ada 24 perusahaan yang tergabung dalam Apindo.

“Pada dasarnya tidak ada permasalahan dengan raperda ini, sebab pengaturan CSR bukan barang baru. Perusahaan tempat saya bekerja sudah menyalurkan dana CSR yang nilainya sampai ratusan juta rupiah,” ujar Heri sekaligus perwakilan dari PT Nusantara Building Industries (NBI).

Lebih lanjut, menurutnya, sekalipun sasaran penerima dana CSR sudah disusun sesuai skala prioritas namun tetap saja masih terjadi kasak kusuk dari lingkungan sekitar. Hal itu dinilai wajar sebab bagian dari dinamika sosial.

Hanya saja sejauh ini, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Apindo mengeluhkan banyaknya proposal yang masuk termasuk dari instansi. Terkait hal itu, ia mempertanyakan pasal 4 dalam raperda yang berbunyi penyelenggaraan TJSLP berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan pemerintah.

Menurutnya, pemerintah daerah yang dimaksud dalam pasal itu siapa saja. Sebab selama ini pemerintah baik dari tingkat desa maupun kecamatan juga ada yang meminta CSR. Lalu pasal 6 ayat 2, disebutkan bahwa TJSLP adalah kewajiban perusahaan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan.

“Kami minta diperjelas untuk poin biaya perusahaan. Sebab sesuai UU bahwa TJSLP atau CSR dihitung dari keuntungan yang diraih dan bukan biaya perusahaan,” jelasnya.

Ditegaskannya, keberadaan raperda ini tidak masalah namun pihak penyusun harus jeli terkait penentuan sekian persen dana CSR yang harus disalurkan perusahaan. Pihaknya berharap nilai persentase yang menjadi patokan penghitungan CSR agar tidak dimunculkan.

Sementara itu, Ketua Pansus B Sanipan menyampaikan, Raperda TJSLP ini merupakan jawaban atas kekosongan payung hukum dalam mengelola dan menyalurkan dana CSR. Raperda ini disusun bertujuan perusahaan tetap melaksanakan kewenangannya dengan nyaman tanpa kebingunan menyalurkan dana sosialnya.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Pansus B, Suhadi bahwa raperda ini bukan memberatkan perusahaan tapi mengatur pola penyaluran CSR agar selaran dengan program pembangunan ekonomi di Kabupaten Demak.

“Yang sudah jalan (CSRnya) dikomunikasikan. Pemerintah berwenang menata lingkungan tempat perusahaan. Kalau raperda ini disahkan tapi nantinya berat bagi perusahaan maka tidak akan jalan,” tukasnya.