Pelatihan Training CSR – Kewajiban perusahaan di Kota Yogyakarta untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility (CSR) belum maksimal. Padahal kewajiban menyisihkan 2 persen laba perusahaan untuk CSR diatur dalam UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas serta UU 19/2003 tentang BUMN.Terdapat dua segmen program CSR, yakni kemitraan dan bina lingkungan. Segmen kemitraan dipandang lebih tepat digulirkan di Kota Yogakarta. Terutama pembinaan terhadap UMKM sebagai unit usaha mikro. “CSR seharusnya berkesinambungan. Tapi sekarang ini cenderung insidental dan tergantung permintaan. Masih sedikit pula yang menyentuh UMKM,” ungkap Ketua Tim Kajian CSR Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Agus Joko Pitoyo disela Focus Group Discussion di Kantor Disperindagkoptan Kota Yogyakarta, Rabu (23/10/2013).

Joko menjelaskan, UMKM selama ini dipandang sebagai usaha yang lemah. Selain modal kecil, aspek pemasaran juga menjadi kendala. Sedangkan jumlah UMKM di Kota Yogyakarta cukup banyak mencapai 2.082 unit.

Dari jumlah tersebut, baru 23 unit usaha yang sudah masuk kategori menengah. Sisanya 1.822 usaha di sektor mikro dan 237 usaha di sektor kecil. Dengan banyaknya UMKM, maka Yogyakarta dapat diartikan sebagai basisnya UMKM sehingga program CSR seharusnya banyak ditujukan untuk kemitraan bersama UMKM.

Meski demikian, menurut Joko, masih banyak perusahaan yang menjalankan program CSR hanya sekadar pencitraan. Terutama agar perusahaan tersebut dapat diterima oleh masyarakat. Sedangkan yang murni menjalankan tanggung jawab sosial seperti amanat undang-undang, masih sangat jarang.

“Mengapa selama ini CSR belum maksimal, ini yang sedang kami petakan. Tapi tidak bisa dipungkiri jika CSR masih mengambang sehingga belum diimplementasikan dengan baik,” paparnya.

Ditargetkan, hasil kajian FGD perihal program CSR perusahaan di Kota Yogyakarta menjadi bahan pertimbangan tersendiri. Terutama untuk mempertajam CSR untuk kemitraan UMKM. (R-9)