Social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial perlu semakin didinamiskan, khususnya implementasinya di bidang pariwisata, dan lebih spesifik lagi di sektor wisata pedesaan. Di satu sisi, model kewirausahaan ini bisa dikatakan lebih membumi dalam konteks masyarakat pedesaan, dan di sisi lain, diperkirakan lebih efektif (tepat sasaran) dalam menerapkan prinsip dasar kepariwisataan berbasis masyarakat (community-based tourism / CBT).Entrepreneur menurut kamus Oxford dimaknai sebagai, “a person who undertakes an enterprise or business, with the chance of profit or loss.”  Sementara itu, entrepreneur sendiri dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu business entrepreneur dan social entrepreneur. Perbedaan pokok keduanya utamanya terletak pada pemanfaatan keuntungan. Bagi business entrepreneur keuntungan yang diperloleh akan dimanfaatkan untuk ekspansi usaha, sedangkan bagi social entrepreneur keuntungan yang didapat (sebagian atau seluruhnya) diinvestasikan kembali untuk pemberdayaan “masyarakat berisiko.”

Continue reading