hand csrSere do hape tano Tapanuli on…Kata-kata itulah yang selalu terucap saat berbincang dengan warga Batangtoru, Tapanuli Selatan. Soalnya, sejak Tambang Emas Martabe melakukan eksplorasi pada tahun 1997 lalu sampai saat ini fase eksploitasi (produksi) terbukti bahwa kandungan emas dan lainnya banyak terpendam di sana. Sayangnya pengusaha lokal belum mampu mengelola kekayaan alam negeri ini dengan baik, sehingga pemerintah pusat masih lebih memercayakan pengusaha luar atau investor untuk menanam saham di negara ini. Tambang Emas Martabe sendiri diketahui sudah beberapa kali ganti nama, di mana pada tahun 1997 disebut PT Normandy dan pada tahun 2002 berganti nama lagi menjadi PT Newmont, lalu pada tahun 2006 kembali menjual sahamnya kepada PT Agincourt yang kemudian dijual lagi ke PT Oxiana hingga pada Tahun 2009 kemudian sahamnya beralih kembali ke G-Resources atau PT. Agincourt Resources (PTAR) sampai kini.

PT Agincourt Resources (PTAR) sebagai pengelola Tambang Emas Martabe telah membawa perubahan terhadap perekonomian masyarakat. Berangsur-angsur lahan yang dulunya kebun dan hutan mulai diganti rugi oleh pihak perusahaan tambang dengan harga yang fantastis per hektare. Sejak itu ekonomi sebagaian masyarakat Batangtoru mulai membaik. Usaha demi usaha pun mulai bermunculan di Batangtoru. Pertumbuhan ekonomi masyarakat perlahan membaik, perkembangan penduduk bertambah, perkembangan usaha-usaha baru dan didukung infrastruktur yang baik membuat daerah ini dapat melampaui perkembangan daerah lainnya.

Sejak masa eksplorasi hingga berjalannya eksploitasi (produksi) seperti saat, berbagai jenis usaha bermunculan di Kecamatan Batangtoru semisal warung, rumah makan, salon, toko sandang, pangan, toko serba ada, dan toko jual beli handphone, showroom motor dan mobil yang dapat di jual tunai maupu keredit. Kemudian berdirinya rumah-rumah kontrakan dan kost, depot air mineral isi ulang, apotik dengan ketersediaan obat yang lebih variatif dan lengkap, usaha jasa perbengkelan mobil, hingga berdirinya jasa perhotelan.

Padahal sepuluh tahun silam daerah ini tidak ada apa-apanya. Tapi saat ini keberadaannya layaknya kota Kabupaten sedikit mengimbangi Kota P.Sidimpuan yang hanya berjarak kurang lebih 40 km. Perputaran uang juga cukup tinggi di daerah ini ditambah harga kebutuhan relatif mahal di banding pasar kecamatan lain di tapanuli selatan.

Kondisi itu pun mendorong peningkatan jumlah alat dan arus transportasi seperti becak motor, angkot dan bus antarkota, munculnya SPBU hingga berdirinya tower provider jaringan telekomunikasi seperti Telkomsel dan lainnya. Kegairahan ekonomi yang timbul itupun telah dilihat lembaga keuangan. Jika awalnya hanya ada Bank BRI, saat ini Bank Sumut Bank BNI dan Bank Syariah Mandiri sudah memiliki kantor cabangnya di Batangtoru.

Sejumlah warga yang ditemui di pasar Batangtoru i mengatakan kehadiran Tambang Martabe telah membawa perubahan bagi kebanyakan pelaku usaha. M. Harahap, seorang pedagang emas di Batangtoru mengatakan, kehadiran tambang menggairahkan perekonomian masyarakat. “Kita tidak mungkiri bahwa penjualan emas juga ikut bergairah,”katanya sepekan lalu.

Showroom sepeda motor juga ikut menikmati peningkatan penjualan sejak masyarakat Batangtoru banyak berduit dari hasil penjualan lahan kepada perusahaan pertambangan. Maklum kebutuhan motor bagi masyarakat masih cukup tinggi sebagai alat transportasi.

Hal senada diakui Kepala Desa Napa, Rajab Pulungan, khususnya 15 desa lingkaran tambang saat ini mengalami peningkatan dari seluruh sektor, apakah itu sektor pertanian, perkebunan, perikanan maupun kesehatan, bahkan pembangunan jalan pun kini mulai membaik. “Semoga komitmen CSR perusahaan terus dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat lingkar tambang,”katanya. (ikhwan nasution)