Pariwisata_kabarindonesiaPelatihan CSR | Diklat CSR-Berau Coal salah satu perusahaan tambang batu bara yang kini produksinya melebihi angka 17 juta metrik ton setiap tahun. Angka produksi tersebut juga akan berpengaruh pada banyaknya dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang digelontorkan ke daerah. Kabarnya angka yang bakal turun mencapai Rp 65 miliar.
JUMLAH itu tentu tidaklah sedikit untuk ikut mendukung berbagai program di daerah. Kalau mau yang simpel saja bahwa kampung yang ada di sekitar tambang yang ada di Gunung Tabur dan Sambaliung tak lebih dari 32 kampung. Sangat sedikit, bahkan bila setiap kampung diberikan sekitar Rp 1 miliar saja, maka ini sungguh memberikan manfaat yang besar.
Dana CSR selama ini memang dikelola sendiri oleh perusahaan. Namun, akan lebih bagus lagi, bila dibentuk semacam forum CSR. Forum inilah yang melakukan pengagendaan, apa saja yang dibutuhkan di dalam memanfaatkan dana CSR tersebut. “Memang perlu dibentuk forum CSR, lembaga yang akan memberikan ke mana arah penggunaan dana tersebut,” kata Burhan Bakran, anggota DPRD Berau asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dari forum inilah, yang merekomendasikan berbagai program dengan melihat kebutuhan di setiap daerah ataupun kampung. Karena di dalam forum banyak pihak yang dilibatkan, maka diyakini realisasi penggunaan dana CSR tidak akan pernah terjadi tumpang-tindih dengan APBD yang direncanakan pemkab.
Faktor seperti inilah yang antara lain, perlu mendapat perhatian dari manajemen PT Berau Coal, yang notabenenya saat ini dalam hal pengucuran dana terbilang sangat ketat. Namun, dalam hal CSR memang menjadi “kewajiban” perusahaan sesuai dengan undang-undang. Bahkan, di luar CSR, perusahaan bisa saja melakukan berbagai kegiatan yang mengarah pada kemajuan satu kampung.
Yang diharapkan juga dalam pemanfaatan CSR tersebut adalah bagaimana untuk fokus dalam mendukung Pemkab. “Bisa saja dengan memberikan perhatian penuh pada pengembangan kepariwisataan,” kata Burhan Bakran. Jadi berapa yang dibutuhkan oleh pengembangan wisata, sepenuhnya didukung oleh dana CSR tersebut.
Misalnya, kata Burhan, untuk memajukan wisata di Talisayan, terkait keberadaan hiu tutul. “Kalau memang untuk menyiapkan sejumlah infrastruktur dan berbagai fasilitas memerlukan dana Rp 5 miliar, yang digelontorkan, dana sebesar itu,” kata dia. Sehingga terlihat jelas, dukungan dana CSR melalui forum CSR dalam mendukung kemajuan pariwisata, begitupun untuk kawasan lainnya.

Ini yang mungkin bisa menjadi renungan bagi manajemen Berau Coal dalam merealisasikan dana CSR yang jumlahnya mencapai Rp 65 miliar itu. Angka tersebut pasti akan lebih besar lagi mengikuti besaran produksi yang dihasilkan. Diyakini, bila Berau Coal konsen terhadap pembangunan di daerah, pola seperti itu akan menjadi lebih dirasakan hasilnya.